Menjadi TKI Adalah Hak, Tapi Harus Punya Modal Kompetensi

By Admin

nusakini.com--Berbicara tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri bagi Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri sangatlah personal. Karena Menaker Hanif merupakan anak mantan seorang TKI di Arab Saudi. Kini, Pemerintah terus melakukan perbaikan sistem, mulai dari pra-penempatan, masa penempatan hingga purna penempatan. Bekerja ke luar negeri, dalam pandangan Menaker Hanif adalah hak TKI. 

Oleh sebab itu, fasilitas dan proses harus dijamin. ”Kami memastikan tata kelola dari proses penempatan, pemberian perlindungan menjadi lebih baik,” kata Menaker Hanif beberapa hari yang lalu. 

Dia menegaskan, calon TKI harus memastikan dirinya memiliki modal kompetensi dan keterampilan. Sehingga, siap bekerja dan bersaing dengan tenaga kerja lain di luar negeri. Ia menambahkan, melarang calon TKI yang akan berangkat tanpa ketrampilan. 

”Saya wanti-wanti, jangan pernah bekerja sebelum siap terutama ketrampilan. Kenapa? Karena orang bermigrasi ada resikonya. Kalau memiliki ketrampilan dan mengantongi informasi yang cukup akan mengurangi tingkat resiko,” ujarnya. 

Untuk memastikan TKI berangkat dengan skill, lanjut Hanif pemerintah merencanakan untuk membuat skema pelatihan sebelum tenaga kerja ditempatkan diluar negeri. Pelatihan tersebut, menurut Hanif melibatkan lembaga pelatihan yang memiliki akreditasi. ”Kita tengah rumuskan skema ini, agar pelatihan sesuai kebutuhan pasar dan memiliki standar yang telah ditentukan,” katanya. 

Dari sisi regulasi, menurut Hanif, Pemerintah akan terus meningkatkan perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Karena itu menjadi bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan yang baik kepada calon TKI. 

Dia menyebutkan, pada tanggal 12 April 2012 lalu pemerintah telah mengesahkan konvensi buruh migran menjadi sebuah Undang-Undang, yaitu Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Di negara-negara ASEAN baru Philipina dan Indonesia yang sudah meratifikasi konvensi tersebut. 

Sementara, di Pemerintah dan DPR saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. ”Kepastian dan perlindungan ini meliputi soal penyederhanaan tata kelola migrasi, distribusi informasi yang memadai, standarisasi dan akreditasi kelembagaan, pengawasan yang keras dan konsisten serta advokasi bagi tenaga kerja kita yang bermasalah di luar negeri,” jelasnya. 

Bentuk konkret perlindungan terhadap TKI, dikatakan Hanif juga melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah. Ini, menurutnya bentuk upaya perbaikan tata kelola Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Karena optimalisasi pelayanan LTSA diyakini akan memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat pencari kerja di daerah. ”Hingga 2016 ada 9 LTSA yang beropersi, dalam waktu dekat kita akan bangun kembali 10 lokasi di kantong-kantong TKI,” tutupnya.(p/ab)